Budidaya Tanam Tebu Masih Menjajikan Bagi Petani

NASIONAL, JB – Lahan tanaman tebu seluas 0,5 bahu atau sekitar 0,35 hektar yang berlokasi di Desa Jongbiru, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, berstatus milik Ramijan, yang tidak lain masih kerabat dekat dari Serka Samsuri, anggota Koramil Kota.

Lahan tersebut memang tidak begitu luas dibanding lahan-lahan milik orang lain disekitarnya, namun ada sesuatu yang bernilai lebih.

Dari penelusuran Serka Samsuri, saudaranya itu tidak menjual hasil produksi tebu ke pabrik gula, melainkan dijual ke pedagang es tebu.

Menurutnya, tidak dijualnya hasil tebu ke pabrik gula, ada alasan tertentu yang lebih menggiurkan, sekaligus berkaitan dengan pendapatan bernominal rupiah.

Berdasarkan perhitungan Ramijan, dari lahan tebu seluas 0,5 bahu (0,35 hektar), rata-rata bisa menghasilkan sekitar 2,4 ton hingga 2,8 ton, atau bila diasumsikan dalam hitungan per 1 hektar, bisa menghasilkan sekitar 70 hingga 80 ton.

Kondisi musim hujan tidak sama saat musim kemarau, dan biasanya rendemen tebu akan berkutat di angka 6 % saat musim kemarau, sedangkan saat musim hujan, rendemen akan menurun di angka 5 %. Kurangnya sinar matahari akibat tertutup awan mendung saat musim hujan, menjadi rumus klasik menurunnya rendemen, termasuk di Desa Jongbiru ini.

Budidaya tebu, tidak lepas dari yang namanya biaya tenaga kerja, yaitu biaya kepras, biaya bajak, biaya pemupukan, biaya klembret biaya tanam, biaya gulut, biaya tebang dan biaya klayar.

Selain biaya tenaga kerja, ada biaya pengadaan bibit, pengadaan pupuk dan biaya transport pengangkutan.

Dalam hitungan lahan tebu seluas 0,5 bahu (0,35 hektar), dibutuhkan bibit tebu sebesar 280 kwintal (2,8 ton) atau bila diasumsikan dalam hitungan per 1 hektar, dibutuhkan bibit tebu sebesar 800 kwintal (8 ton).

Kejelian Ramijan melirik pedagang es tebu, lantaran permintaan tebu dari pedagang es tebu kian meningkat dari tahun ke tahun, khususnya di Kecamatan Gampengrejo dan pada umumnya di Kabupaten Kediri.

Kejelian itu tidak lepas dari pengamatan Ramijan melihat hampir setiap sekolah, entah itu strata SD, SMP atau SMA, dapat dipastikan ada pedagang es tebu.

Dijelaskan Ramijan, jumlah sekolah SD, SMP atau SMA sangat banyak, belum lagi ditambah pinggir-pinggir jalan strategis yang banyak dilewati pengendara bermotor, pertigaan atau perempatan jalan besar, pedagang bakso atau mie pangsit yang menetap atau permanen, serta tempat-tempat bergenre hiburan masyarakat.

Sebagaimana diutarakan Bambang, warga Desa Jongbiru, yang sehari-hari berprofesi sebagai pedadang es tebu, konsumen atau pembeli lebih cenderung memilih es tebu dibanding es-es lainnya. Hal ini bisa disebabkan es tebu yang dijualnya berkaregori alami alias tanpa bahan campuran apapun, dalam artian dijual langsung dari perasan batang tebu.

Ditambah lagi, es tebu, konon mampu menghilangkan rasa dahaga atau haus seketika itu.

Penelusuran ini tidak lepas adanya keinginan Serka Samsuri menginformasikan kepada masyarakat, bahwa ada bisnis yang tersembunyi dibalik rimbunnya tanaman tebu. Bisnis ini lebih cenderung melibatkan pihak lain, yaitu pedagang es tebu.

Karena mau tidak mau, besar kecilnya pasokan tebu, tergantung dari request pedagang tebu, dan faktanya, request itu stabil, bahkan relatif naik dari tahun ke tahun, seiring bertambahnya jumlah pedagang es tebu.(dodik)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *