Dana Operasional BPD Tidak Disalurkan Sejak 2023, Kades Duku Ilir Didesak Bertanggung Jawab

Curup Timur, jurnalisbengkulu.com – Kepala Desa Duku Ilir, Kecamatan Curup Timur, Kabupaten Rejang Lebong, kembali menjadi sorotan publik atas dugaan tidak transparannya pengelolaan dana operasional untuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dugaan ini mencuat setelah salah satu anggota BPD RA (50) periode 2022 menyampaikan keterangan terbuka kepada awak media jurnalisbengkulu.com, Minggu (15/6/2025).

Dalam keterangannya, RA (50) menyatakan tidak pernah dilibatkan dalan pengawasan pembangunan desa dan dijelaskan pula sejak tahun 2023 hingga 2025, tidak ada satu pun dana operasional yang dikucurkan oleh Kepala Desa kepada lembaga BPD sebagaimana mestinya. Padahal, dana operasional merupakan hak yang dijamin dalam regulasi desa untuk mendukung kelancaran tugas, fungsi pengawasan, serta pelaksanaan musyawarah dan pengambilan kebijakan di tingkat desa.

Disebutkan pula bahwa pada awal masa jabatan, bendahara desa sempat memberikan uang sebesar Rp. 500 Ribu kepada satu orang anggota BPD dengan alasan untuk pembelian alat tulis kantor (ATK). Namun, pemberian tersebut tidak bersifat menyeluruh ataupun terstruktur sebagai bagian dari dana operasional resmi, melainkan hanya bersifat insidental tanpa dasar administrasi yang jelas.

Menurut keterangan ibu YN (30) mantan bendahara desa yang baru mengundurkan diri 5 bulan yang lalu, selama dirinya menjabat sebagai bendahara desa ia selalu menganggarkan dana operasional tersebut.

“Tidak besar pak hanya Rp. 1.500.000 pertahun dan 1.000.000 per tahun karna anggaran dana desa kita cukup kecil,” ujarnya.

Lebih ironis lagi, ketika RA meminta dokumen Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (RAPBDes) untuk memastikan kejelasan alokasi anggaran operasional, pemdes dan aparatur lainnya enggan memberikan akses terhadap dokumen tersebut. Bahkan, permintaan untuk sekadar melihat atau memfoto RAPBDes pun ditolak tanpa alasan transparan, menambah kecurigaan publik akan adanya praktik tidak sehat dalam pengelolaan keuangan desa.

Saudara RA menegaskan bahwa tindakan Kepala Desa tersebut bukan hanya mencederai prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintahan desa, tetapi juga dianggap telah melemahkan fungsi BPD sebagai lembaga representatif masyarakat yang seharusnya mendapatkan dukungan operasional secara layak.

“Mekanisme penggunaan dana desa harus terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Ketika hak operasional BPD diabaikan selama bertahun-tahun tanpa penjelasan resmi, ini patut dipertanyakan. Kami menuntut agar Kepala Desa segera memberikan klarifikasi secara terbuka dan bertanggung jawab atas dugaan ini,” tegas RA dalam wawancaranya.

Menyikapi hal tersebut, anggota BPD dan beberapa tokoh masyarakat desa Duku Ilir kini mendorong agar instansi terkait, termasuk Inspektorat Daerah, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), serta aparat penegak hukum, segera turun tangan untuk melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana desa, khususnya dalam pos anggaran operasional BPD selama tiga tahun terakhir.

Masyarakat berharap agar persoalan ini tidak dibiarkan berlarut-larut dan menjadi preseden buruk bagi tata kelola pemerintahan desa ke depan. Transparansi dan akuntabilitas dinilai sebagai fondasi utama dalam membangun kepercayaan publik terhadap aparatur desa, terlebih di era keterbukaan informasi saat ini.

Reporter: Hendri Gunawan/Amin Gondrong