Bengkulu, JB– Beberapa wilayah di Provinsi Bengkulu mengalami banjir setelah diguyur hujan dengan intensitas cukup lebat beberapa hari ini. Masyarakat di Kota Bengkulu, di kabupaten Kepahiang, di kabupaten Bengkulu Tengah, di kabupaten Bengkulu Utara, di kabupaten Bengkulu Selatan dan di kabupaten Kaur harus menjadi korban. Luapan sungai-sungai tersebut akhirnya menggenani banyak rumah-rumah warga, lahan pertanian, jalan raya dan fasilitas sosial lainnya. Banjir kali ini juga menyebabkan beberapa jiwa harus melayang, terseret air.
Menurut Keterangan Uli, banjir dan tanah longsor adalah salah satu penanda dari mulai menurunnya daya serap kawasan terhadap air hujan menurun. Air hujan yang tidak bisa diserap dengan maksimal tersebut akhirnya langsung mengalir ke sungai, lalu sungai meluap. Kawasan serap air saat ini telah dibebani oleh izin-izin pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar seperti kelapa sawit. Tidak jarang juga kawasan-kawasan itu adalah kawasan hutan yang kemudian berubah bentuk menjadi perkebunan dan pertambangan.
Selain itu, uli juga memaparkan terkait bencana wilayah kota Bengkulu, seperti kelurahan Bentiring, Rawa Makmur, Tanjung Agung, Tanjung Jaya dan beberapa lainnya, adalah wilayah langganan banjir dari luapan air sungai Bengkulu. Setiap hujan turun mereka harus menjadi korban banjir. Meluapnya sungai Bengkulu adalah adalah fakta dari rusaknya wilayah hulu DAS Bengkulu akibat aktivitas beberapa perusahaan pertambangan batu bara, seperti PT. Kusuma Raya Utama, PT. Bara Mega Quantum, PT. Inti Bara Perdana dan PT. Ratu Samban Mining. Taman Buru Semidang Bukit Kabu, Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Rindu Hati adalah telah dibebani oleh aktivitas pertambangan dan kondisinya semakin memburuk.
Lanjut, Selain wilayah kota Bengkulu, kabupaten Kepahiang yang juga dilanda banjir adalah dampak dari rusaknya hutan lindung Bukit Daun yang jadi tangkapan air sungai Musi. Kerusakan ini diakibatkan aktivitas pembukaan hutan.
Meluapnya DAS Ketahun yang menyebabkan banjir di Ketahun, Bengkulu Utara juga dikarenakan tutupan kawasan resapan air telah berubah menjadi perkebunan monokultur dan pertambangan batu bara milik PT. Global Kaltim. Begitu juga dengan kabupaten Kaur dan Kabupaten Bengkulu Selatan yang wilayah hulu nya telah banyak dibuka menjadi perkebunan monokultur kelapa sawit skala besar. Seperti PT. Ciptamas Bumi Selaras yang membuka wilayah hulu kabupaten Kaur.
Uli Arta Siagian, mengatakan kepada jurnalisbengkulu.com bahwa banjir ini termasuk banjir terbesar dan serentak dialami hampir di seluruh wilayah Provinsi Bengkulu.”alam dan aktivitas manusia memiliki hukum kausalitas, jika eksploitasi sumber daya alam berbasis industri ekstraktif seperti tambang dan perkebunan monokultur skala besar terus massif, maka banjir, longsor dan bencana ekologis lainnya akan terus kita tuai. Korbannya seluruh masyarakat Bengkulu tanpa terkecuali”.
“Salah satu cara untuk meminimalisir bencana ekologis ini adalah memperhatikan wilayah-wilayah genting dan mempunyai fungsi penting. Seperti hutan di sepanjang Bukit Barisan, tidak untuk pertambangan dan perkebunan monokultur skala besar, karena jika tingkat deforestasi hutan terus meningkat, maka selama itu juga banjir dan longsor akan terjadi. Lebih besarnya lagi, akan mempercepat pemanasan global, penandanya adalah anomali perubahan iklim seperti saat ini. Penataan ruang menjadi hal yang penting dan strategis untuk disusun lebih bijak dengan memperhatikan daya dukung serta daya tampung lingkungan” ujar Uli.
Lagi Uli menegaskan, kita harus melakukan evaluasi terhadap izin pertambangan dan perkebunan skala besar yang ada di wilayah bagian hulu juga menjadi hal yang penting untuk dilakukan pemerintah. Negara dalam hal ini pemerintah memiliki kewenangan untuk menindak tegas perusahaan yang tidak memperhatikan keselamatan lingkungan dan aturan yang berlaku. Serta mendesak perusahaan untuk mengalokasikan kawasan konservasi di konsesi izin yang mereka miliki, seperti kewajiban menjaga kawasan High Conservation Value (HCV).
Penanganan cepat wilayah yang terdampak banjir juga menjadi penting untuk segera dilakukan. Seperti bantuan logistik makanan, obat-obatan dan kebutuhan lainnya yang diperlukan. Penangan cepat ini akan meminimalisir bertambahnya korban jiwa.
“Yang harus kita ingat adalah, alam memiliki keterbatasan untuk menampung aktivitas yang bersifat eksploitatif terhadap tubuhnya dan alam memiliki keterbatasan untuk memulihkan dirinya” tutup Uli. (rls)