Hukuman Mati Tak Langgar Hukum Internasional ?

Jurnalisbengkulu.com– “Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan hukuman mati tidak bertentangan dengan rezim hukum internasional. hukuman mati merupakan bagian dari penegakan hukum di Indonesia.”

Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktik hukuman mati hanya dilakukan di beberapa negara, misalnya: Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

Arrmanatha menjelaskan penegakan hukuman mati diperlukan karena peredaran narkotika di Indonesia sudah sangat menyebarluas. Indonesia juga tidak lagi sekadar menjadi negara transit, namun telah menjadi sasaran perdagangan narkotik.

“Kita perlu tegaskan hukuman mati itu tidak bertentangan dengan rezim hukum internasional. Di Indonesia hukuman mati masih merupakan bagian dari hukum positif berlaku di Indonesia dan tidak bertentangan dengan hak hidup diatur dalam Undang-undang Dasar 1945,” ujarnya.

Mengutip data dari Badan Narkotika Nasional, Arrmanatha menjelaskan di Indonesia 40-50 orang sehari meninggal akibat narkotika.

Masalah narkotika menyebabkan kerugian negara Rp 63,1 triliun per tahun, dan mengakibatkan 4,1 juta orang menjadi pecandu narkotika.

Arrmanatha menekankan semua hak hukum dan proses hukum terhadap 14 narapidana mati kasus narkotika sudah diberikan.

“Hak-haknya sudah diberikan semuanya dan ini merupakan last result. Juga harus ditekankan targetnya adalah bandar, pengedar, bukan pengguna. Untuk konteks pengguna, kita melakukan rehabilitasi,” kata Arrmanatha.

Arrmanatha memastikan pemerintah sudah memberitahu pihak keluarga dan kantor perwakilan diplomatik dari semua narapidana asing terkait rencana pelaksanaan hukuman mati pada minggu ini.

Sebelumnya, kepala urusan hak asasi manusia PBB telah mendesak pemerintah Indonesia untuk membatalkan rencana eksekusi terhadap 14 orang atas kejahatan narkoba itu. Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra’ad Al Hussein menyatakan keprihatinannya atas kurangnya transparansi dan ketaatan akan jaminan peradilan yang adil. Ia mendesak pemerintah Indonesia agar memberlakukan moratorium hukuman mati.

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberlakukan resolusi tidak mengikat pada tahun 2007, 2008, 2010, 2012, dan 2014 untuk menyerukan penghapusan hukuman mati di seluruh dunia.Meskipun hampir sebagian besar negara telah menghapus hukuman mati, tetapi sekitar 60% penduduk dunia bermukim di negara yang masih memberlakukan hukuman mati seperti di Tiongkok, India, Amerika Serikat, dan Indonesia.


Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan.


Dalam jumpa pers mingguan di kantornya, juru bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir memastikan hukuman mati tidak bertentangan dengan rezim hukum internasional. Dia menambahkan hukuman mati merupakan bagian dari penegakan hukum di Indonesia.


Jadi disini dukungan hukuman mati didasari argumen di antaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat.

Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.


Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman.

Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri,keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban.

Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas.

Jurnalisbenkulu.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *