Ingin Buru Buru Menikah, Baca Ini Dulu !

MEMASUKI bulan Syawal banyak masyarakat Indonesia melangsungkan Pernikahan selain Sunnah Nabi, menikah di bulan Syawal momen dimana sanak saudara berkumpul silaturahim setelah sebulan penuh berpuasa. Menikah itu sendiri adalah salah satu bentuk ibadah, bahkan seseorang yang telah menikah juga dianggap telah menyempurnakan separuh agamanya. Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Saw. bersabda: “Ketika seorang hamba menikah, berarti dia telah menyempurnakan setengah agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah pada setengah sisanya”

Pernikahan menurut KBBI adalah sebuah ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan menurut ketentuan hukum dan agama. Jadi pernikahan itu ada ketentuan hukum dan agama yang mengatur. Dalam hukum Indonesia pernikahan dianggap sah apabila terpenuhi: Pasal 2 UURI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Sesuai ayat 1 dalam Pasal 2 UURI No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perkawinan sah apabila menurut agama dan kepercayaannya masing-masing, dalam islam terdapat rukun dan syarat sah perkawinan.

Setidaknya, terdapat 5 rukun nikah yang disepakati ulama dan wajib dipenuhi agar pernikahan dinyatakan sah, yakni:
a. Terdapat calon pengantin laki-laki dan perempuan yang tidak terhalang secara syar’i untuk menikah
b. Ada wali dari calon pengantin perempuan.
c. Dihadiri dua orang saksi laki-laki yang adil untuk menyaksikan sah tidaknya pernikahan.
d. Diucapkannya ijab dari pihak wali pengantin perempuan atau yang mewakilinya
e. Diucapkannya kabul dari pengantin laki-laki atau yang mewakilinya. Persaksian akad nikah tersebut berdasarkan dalil hadis secara marfu: “Tidak ada nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” (HR. Al-Khamsah kecuali An-Nasa`i).

Sedangkan syarat pernikahan harus memenuhi unsur sebagai berikut:

  1. Beragama Islam
    Syarat calon suami dan istri adalah beragama Islam serta jelas diketahui identitasnya, tidak sah jika seorang muslim menikahi nonmuslim dengan tata cara ijab kabul Islam.
  2. Bukan mahram
    Bukan mahram menandakan bahwa antara calon suami dan calon istri tidak ada pengahalang untuk menikah sesuai dengan Qs. Anisa’ ayat 23

Misalnya, sewaktu kecil dibesarkan dan disusui oleh siapa. Sebab, jika ketahuan masih saudara sepersusuan maka tergolong dalam jalur mahram seperti nasab yang haram untuk dinikahi.

  1. Wali nikah bagi perempuan
    Sebuah pernikahan wajib dihadiri oleh wali nikah. Wali nikah harus laki-laki, tidak boleh perempuan merujuk hadis:

“Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW: ‘Perempuan tidak boleh menikahkan (menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya.” (HR. ad-Daruqutni dan Ibnu Majah).

Wali nikah mempelai perempuan yang utama adalah ayah kandung. Apabila ayah kandung ngan menikahkan silakan baca artikel jurnalisbengkulu.com Ayah kandung Tidak Ingin Menikahkan.

Namun jika ayah dari mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah, misalnya kakek, buyut, saudara laki-laki seayah seibu, paman, dan seterusnya berdasarkan urutan nasab.

Jika wali nasab dari keluarga tidak ada, alternatifnya adalah wali hakim yang syarat dan ketentuannya pun telah diatur.

  1. Dihadiri saksi
    Syarat sah nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang saksi yang menghadiri ijab kabul, satu bisa dari pihak mempelai wanita dan satu lagi dari mempelai pria.

Mengingat saksi menempati posisi penting dalam akad nikah, saksi disyaratkan beragama Islam, dewasa, dan dapat mengerti maksud akad dengan kata lain saksi itu harus adil, karena saksi disini menempati posisi yang mendamaikan apabila ada perselisihan diantara yang menikah dikemudian hari.

  1. Sedang tidak ihram atau berhaji
    Jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram), merujuk Islami.

Hal ini juga ditegaskan seorang ulama bermazhab Syafii dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib yang menyebut salah satu larangan dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan:

(و) الثامن (عقد النكاح) فيحرم على المحرم أن يعقد النكاح لنفسه أو غيره، بوكالة أو ولاية

“Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)”

  1. Bukan paksaan
    Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari masing-masing pihak, saling menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah ra:

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sampai dimintai izinnya.” (HR Al Bukhari: 5136, Muslim: 3458).

Maka sebenarnya pernikahan dalam Islam itu mudah terkadang proses adalah yang menjadikan pernikahan itu berat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *