Bengkulu, jurnalisbengkulu.com – Dua orang penyandang disabilitas tampak sedang bekerja di kantor dinas sosial Kota Bengkulu. Mereka bukan PNS, bukan pula PTT. Keduanya bernama Enjel warga Kelurahan Rawa Makmur dan Rahmad warga Kelurahan Lingkar Barat.
Lalu apa yang mereka kerjakan di sana dan apa status mereka? ternyata keduanya sengaja diberdayakan atau direkrut oleh kadis sosial Sahat Situmorang sebagai relawan di dinas sosial. Berikut liputannya
EKI KURNIA, Kota Bengkulu
Gadis berusia 21 tahun berparas cantik yang memiliki senyuman manis ini bernama lengkap Enjellia Clarasitha. Ia salah satu dari 1.001 penyandang disabilitas di Kota Bengkulu. Kedua kakinya lumpuh, sehingga ia harus menggunakan tongkat untuk berjalan.
Saat ditemui tim media center Dinas Kominfo Kota Bengkulu Jumat (8/3/24) di ruangan kepala dinas, Enjel (sapaan akrabnya) bersama temannya, Rahmad yang juga penyandang disabilitas baru saja selesai membuat konten podcast. Mereka berdua memang direkrut sebagai relawan untuk bekerja di dinas sosial.
Dalam podcast itu, mereka berdua mewawancarai Sahat selaku kepala dinas sosial mengenai program-program yang ada di dinas sosial. Tentu saja, konten podcast itu nantinya untuk diupload di media sosial. Itulah salah satu pekerjaan Enjel dan Rahmad.
Ternyata Enjel mulai bekerja sebagai relawan di dinas sosial sejak November 2023 lalu. Sedangkan Rahmad menyusul tidak lama setelah Enjel. Baik Enjel maupun Rahmad tampak senang dan betah menjadi relawan di dinas sosial.
“Kami diberdayakan sebagai relawan. Berawal dari saya dapat info bahwa dinas sosial membutuhkan relawan dari disabilitas untuk bekerja di dinas sosial. Saya tertarik dan mencoba mengantarkan lamaran pekerjaan itu, Alhamdulillah diterima,” ujar Enjel saat diwawancarai.
Ia menceritakan, di dinas sosial ia mendapat tugas sebagai staf administrasi bagian surat menyurat sekaligus tim media sosialnya dinas sosial. Kadang ia mengisi voice over untuk konten video dari beberapa kegiatan kepala dinas, contohnya saat sosialisasi gepeng di lapangan.
Sedangkan Rahmad jadi asisten kepala dinas. Setiap kepala dinas rapat selalu ikut mendampingi. Ia juga membantu tugas Enjel sebagai tim media sosial, termasuk mengisi konten podcast.
Ternyata, mempekerjakan penyandang disabilitas diatur dalam Undang-undang nomor 8 tahun 2016 bahwa setiap instansi pemerintahan wajib mempekerjakan disabilitas minimal 2 persen dari jumlah pegawai. Sedangkan bagi pihak swasta/perusahaan minimal 1 persen dari jumlah karyawan.
Hanya saja di Kota Bengkulu belum ada turunan dari Undang-undang tersebut berupa peraturan daerah (perda). Rancangan perdanya sudah ada namun belum disahkan di DPRD untuk dijadikan perda.
“Kami berharap raperda itu disahkan agar teman-teman kami yang lain juga bisa berkesempatan untuk mendapatkan peluang pekerjaan yang sama, apakah itu di pemerintahan atau swasta. Walaupun kami sekarang statusnya relawan, tapi jujur kami senang,” ujarnya.
Kenapa senang? karena, lanjut Enjel selama menjadi relawan di sana ia bisa ikut serta melayani masyarakat.
“Alhamdulillah sangat senang selama menjadi relawan di sini karena Enjel bisa ikut serta melayani masyarakat, Enjel bisa terjun langsung ke lapangan, seperti terkadang ikut pak kadis mensosialisasikan perda tentang gepeng. Jadi Enjel bahagia,” kata Enjel.
Senada dikatakan Rahmad. Ia juga berharap hak 1.001 kawan-kawan disabilitas yang lain juga mendapat kesempatan bekerja seperti dirinya. Ia juga sampaikan terima kasih kepada kadis sosial yang telah menerima mereka sebagai relawan.
“Kepada pak Sahat, terima kasih atas kesempatannya sehingga kami menjadi relawan di sini, semoga nantinya ada peluang yang lebih besar agar teman-teman lainnya juga bisa ikut merasakan mendapat pekerjaan, tidak hanya kami,” ujarnya.
Lalu apakah bekerja sebagai relawan mendapatkan gaji? Terkait hal ini, Sahat selaku kepala dinas menjelaskan bahwa mereka tidak digaji.
“Mereka tidak terima gaji, tapi tentu kita bantu juga mereka, ada uang transport yang saya berikan setiap bulan tapi bukan dari APBD. Saya kan punya TPP, dari TPP saya itu sebagian untuk membantu mereka,” jelas Sahat.
Dikatakan Sahat, walaupun status Enjel dan Rahmad hanya relawan, namun mereka diperlakukan sama seperti PTT. Tetap datang ke kantor dan mengikuti apel setiap pagi dan sore pada hari kerja.
Berdasarkan data, lanjut Sahat memang jumlahnya ada 1.001 penyandang disabilitas di Kota Bengkulu.
“Kita melihat dari data. Jadi selama saya menjabat kadis sosial, saya menerima data ada 1.001 penyandang disabilitas di Kota Bengkulu dan ini menjadi bagian dari tugas seorang kadis sosial,” jelas Sahat.
Dalam perjalanan, sambung Sahat pihaknya berkunjung ke organisasi melihat langsung dan bertemu serta mengikuti kegiatan pada hari disabilitas nasional tanggal 3 Desember 2023 lalu. Namun sebelumnya ia juga ada membahas raperda penghormatan kepada penyandang disabilitas.
“Kita berpikir bagaimana Hak-hak dari warga kota itu sama. Sama hak dan kewajibannya sepanjang dia punya KK dan KTP Kota Bengkulu. Didukung dengan raperda yang sudah kita bahas di DPRD itu, tapi kapan pengesahannya oleh DPRD kita belum tahu,” ujar Sahat.
Lalu kalau perdanya belum disahkan, kenapa Sahat sudah mempekerjakan disabilitas meskipun hanya berstatus relawan? Sahat mejelaskan bahwa ia mencoba mengajak dari penyandnag disabilitas ini untuk sama-sama membantu pemerintah berbuat untuk warga kota sesuai kemampuan mereka.
“Pernah kita coba mengajukan mereka menjadi PTT, namun karena keterbatasan terkait adanya surat Menpan-RB bahwa tidak diperbolehkan lagi mengangkat PTT baru, sehingga mereka hanya jadi relawan di kantor ini,” kata Sahat.
Lebih lanjut Sahat menjelaskan bahwa dinsos Kota Bengkulu ada program Gerbang Mas, yaitu Gerakan Ekonomi Bangkit bagi Warga Miskin dan Penyandang Disabilitas.
“Program itu untuk memberikan bantuan kepada disabilitas yakni mengubah usaha rintisan disabilitas menjadi pengusaha mandiri dengan bantuan Gerbang Mas. Jumlahnya 170,” jelas Sahat.
Kedua, juga ada namanya Busur Mas, yakni bantuan untuk pendidikan bagi mahasiswa dari keluarga miskin dan disabilitas. Jadi mahasiswa warga miskin dan disabilitas yang IPK nya di atas 3 koma, dibantu Rp 6 juta setiap tahunnya.
“Maksud dan harapan kita melalui kedua program itu untuk mengakomodir dari 1.001 disabilitas itu nanti ada yang jadi usahawan mandiri dan dari mahasiswa menjadi sarjana. Selanjutnya harapan kita diantara 1.001 penyandang disabilitas ini terserap di instansi pemerintah, baik provinsi, kota dan instansi vertikal serta perusahaan swasta. Karena keterbatasan dan keahlian yang dimiliki masing-masing disabilitas itu kan berbeda-beda,” jelas Sahat.
Sehingga, lanjut Sahat 1.001 penyandang disabilitas ini semuanya tidak menjadi beban keluarga akan tetapi bisa menjadi kekuatan bagi Kota Bengkulu dan negara ini. Kenapa? ”
“Sebab kalau mereka sudah bekerja atau sudah punya penghasilan dari bakat atau kepandaiannya, mereka tentu bisa membayar pajak, mereka akan belanja yang juga dari belanjaannya itu juga ada pajaknya,” demikian Sahat.(MCKB)