Pengaruh Kecepatan Arus Penyebaran Informasi di Era Digital terhadap Fakta Berita

Oleh : Lauchia Chandra (D1C021047)

Bengkulu – Selasa 26 Oktober 2022. Seperti yang kita ketahui di era sekarang, tekonolgi saat ini sudah mulai mengalami perkembangan yang drastis hingga mencapai hal-hal yang membuat manusia merasa mudah dan nyaman, sehingga rutinitas-rutinitas yang sulit pun bisa diselesaikan dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Karena kemudahan aksesnya menjadikan arus informasi menjadi berkali lipat lebih cepat tersebar dibanding era sebelumnya. Media sosial yang sebelumnya hanya sebagai media komunikasi dan hiburan seiring berjalannya waktu seakan beralih fungsi menjadi media informasi.

Selain itu fasilitas fitur yang di milikinya pada contoh instagram, whatsapp, tik tok, hingga youtube yang mana masing-masing platform tersebut pasti mempunyai fitur video singkat yang memudahkan dalam pengambilan momment suatu informasi tertentu dan juga fitur share yang memudahkan untuk membagikan ke jejaring sosial media lain atau bahkan ke khalayak.

Kecepatan ini seringkali menjadi kekeliruan masyarakat untuk membedakan antara informasi palsu dan fakta yang menyebabkan tersebarnya banyak informasi palsu karena ketidaktahuan publik, untuk membedakan antara berita yang memiliki sumber yang jelas dan yang tidak. Hasil survei Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menunjukkan bahwa masih terdapat masyarakat yang menyebarkan informasi bohong atau hoaks. Sebanyak 11,9% responden mengakui telah menyebarkan berita hoaks pada 2021.

Wajar jika kita sebagai pengguna media sosial merasa membutuhkan informasi lebih banyak atau bahkan merasa perlu turut andil untuk mencari tau dan menginformasikan kembali kepada pihak-pihak yang dirasa butuh informasi tersebut, namun hal terpenting bagi kita sebelum melakukan hal tersebut adalah memperhatikan literasi bermedia kita agar bijak dalam menerima informasi, mencari kebenaran dan sumbernya terlebih dahulu sebelum menyebarkannya lagi.

Karena tak bisa dipungkiri bahkan kini banyak media pers yang sudah terverifikasi oleh dewan pers saja dalam memuat berita tetap mengutip bahan informasi dari apa yang sudah lebih dahulu tersebar di media sosial. Sehingga pada saat menemukan fenomena seperti itu muncul pertanyaan, lalu apa bedanya media sosial dengan media pers jika hal yang diangkat sama atau bahkan media pers terlihat hanya mengambil dan mengutip informasi yang masyarakat ketahui terlebih dahulu.

Jawabannya adalah verifikasi, memang benar bahwa kecepatan media saat ini memungkinkan semua orang mendapat dan menyebarkan informasi secara cepat dan semua orang bisa jadi sumber dan penyebar informasi tapi tidak sebagai media informasi. Keunggulan saat ini bagi media pers adalah karena media pers memiliki verifikasi faktualitas dan jelas penanggung jawab redaksinya hal tersebut juga diungkap Budhi Kurniwan selaku jurnalis yang tergabung dalam serikat jurnalis keberagaman pada kesempatannya menjadi pemateri di stadium general program studi S1 Jurnalistik Universitas Bengkulu.

Bahwa menurutnya, pers mempunyai andil untuk mengcross-check ulang apa saja yang menjadi sumber informasi untuk berita nya dan jika sumber informasi tersebut berasal dari media sosial tidak serta merta yang dikutip akan langsung di naikan menjadi berita tanpa di telusuri terlebih dahulu kebenarannya, dan berita yang sudah di tulis pun akan melalui proses editing redaksi dan lain hal nya.

Pemahaman ini sangat perlu di terapkan mulai dari diri sendiri agar tidak menjadi kekeliruan lagi membedakan mana media sosial dan media pers hal ini guna meminimalsir masuknya doktrin hoax yang biasanya di lakukan oknum-oknum tertentu guna menggiring opini pada informasi-informasi tertentu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *