Ada yang khawatir dengan kekhusu’an shalatnya. Apakah diterima atau tidak jika shalatnya yang terasa kurang khusu’. Ada was-was dengan pelaksanaan shalatnya terasa kurang sempurna. Sampai-sampai ada yang berfikir apakah shalat ini diterima atau tidak oleh Allah.
Sesungguhnya pikiran yang demikian di satu sisi bernilai baik. Sebagai bahan koreksi terhadap ibadah yang telah dilakukan. Rasa khawatir ibadah yang sudah dikerjakan terasa sia-sia. Sementara waktu terus berlalu.
Bagaimana kita menyikapi semua ini? Jangan ribet dalam berpikir. Shalat adalah perintah Allah. Kita sudah mampu melaksanakan perintah dengan taat itu sudah sangat luar biasa. Diterima atau tidak diterima itu urusan Allah. Sebab, sudah mampu dan mau shalat 5 waktu saja kita sudah sangat bersyukur. Berapa banyak yang terlena dengan panggilan azan padahal tidak ada pekerjaan. Tidak sedikit yang membangkang melaksanakan shalat, jangankan 5 waktu sewaktu pun tidak. Jangankan berjamaah. Shalat sendiri di rumah pun enggan. Jangankan ke masjid dirumah pun lalai. Jangankan melaksanakan shalat sunnah yang wajib pun tidak dikerjakan.
قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ الْمِسْكِينَ ﴿٤٤﴾ وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ ﴿٤٥﴾ وَكُنَّا نُكَذِّبُ بِيَوْمِ الدِّينِ ﴿٤٦﴾ حَتَّىٰ أَتَانَا الْيَقِينُ ﴿٤٨﴾ فَمَا لَهُمْ عَنِ التَّذْكِرَةِ مُعْرِضِينَ
Mereka (para penghuni neraka Saqor) menjawab, “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian”. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at.(Al-Muddatstsir/74: 43-48)
Pagar Dewa, 22062024
Salam Ujh