Terkait Banjir Di Rawa Makmur, WALHI Gugat PT. KRU dan Pemprov Bengkulu

Bengkulu, JB – Sidang Gugatan terakhir WALHI Melawan PT KRU, Gubernur Bengkulu, Bupati Bengkulu Tengah, BKSDAE Bengkulu-Lampung, DLHK dan Dinas ESDM Provinsi Bengkulu, terkait luapan air di daerah Rawa Makmur tinggal menunggu PUTUSAN dari majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu pada Tanggal 9 Mei 2019 nanti.

Dari informasi yang disampaikan WALHI kepada jurnalisbengkulu.com, masyarakat Kelurahan Rawa Makmur, Tanjung Agung, Tanjung Jaya dan Sukamerindu Kota Bengkulu sejak tanggal 24 April 2019, mereka mendapatkan kiriman air dari kawasan hulu yang tidak mampu menahan curah hujan yang terus menerus. Sehingga menyebabkan Daerah Aliran Sungai Air Bengkulu meluap. Bahkan, bukan hanya kawasan hilir yang mengalami banjir, di kawasan tengah Desa Talang Empat dan sekitarnya juga menjadi korban atas luapan DAS Air Bengkulu.

Disisi yang sama WALHI Bengkulu melaksanakan sidang dengan agenda kesimpulan yang mana Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Lingkungan Hidup yang dilayangkan WALHI Bengkulu kepada PT KRU (perusahaan pertambangan batu bara, red), Gubernur Bengkulu, Bupati Bengkulu Tengah, BKSDAE Bengkulu-Lampung, DLHK dan Dinas ESDM Provinsi Bengkulu terhadap dugaan Perusakan Kawasan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan Hutan Produksi Semidang Bukit Kabu serta Pencemaran Anak Sungai Kemumu yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari DAS air Bengkulu akibat Operasi Produksi Pertambangan Batu Bara milik PT Kusuma Raya Utama.

Disampaikan Dede Frastien selaku Manager Kampanye Industri Ekstraktif WALHI Bengkulu, bahwa setelah hampir 8 bulan WALHI mengikuti semua proses gugatan PMH Lingkungan Hidup ini.

“Hari ini merupakan hari terakhir dari seluruh rangkaian Gugatan WALHI kepada PT Kusuma Raya Utama, tinggal menunggu PUTUSAN dari majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu pada Tanggal 9 Mei 2019 nanti,” ujarnya Kamis (25/4/2019).

Ditambahkan Dede, seperti yang kita ketahui Hutan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan Hutan Produksi Semidang Bukit Kabu merupakan daerah hulu yang memiliki fungsi sebagai busa lingkungan hidup. Artinya ketika hujan datang kawasan tersebut mampu meresap air dengan baik, namun pada kenyataannya Kawasan tersebut diduga dirusak dan dimusnakan oleh korporasi Pertambangan Batu bara.

Sehingga, terang Dede, menyebabkan kerusakan yang sangat signifikan pada kawasan hutan tersebut dan berdampak kepada masyarakat di tengah dan hilir karena Kawasan Hutan tersebut tidak mampu lagi menyerap air dan menampung curah hujan yang terus menerus, ditambah lagi Perusahaan Pertambangan batu bara tersebut melakukan pencemaran dan menyebabkan sidementasi pada DAS air Bengkulu yang mana diakibatkan oleh sisa pencucian batu bara yang berbentuk padat yang hanyut ke anak sungai kemumu sehingga pendangkalan tersebut menyebabkan air sungai meluap.

“Sehingga apa yang terjadi hari ini pada Kawasan Tengah dan Kawasan Hilir dapat menjadi pertimbangan Majelis Hakim untuk dapat Progresif dalam memberikan PUTUSAN terhadap Lingkungan Hidup di Provinsi Bengkulu, pada akhirnya hakim harus mempertimbangkan asas In Dubio Pro Natura yang mengedepankan perlindungan lingkungan dalam putusannya, guna melindungi dari kerusakan kawasan Hutan Konservasi Semidang Bukit Kabu dan Kawasan Hutan Produksi Semidang Bukit Kabu serta Pencemaran anak sungai Kemumu yang merupakan Bagian dari DAS Air Bengkulu yang harus dilindungi agar kejadian bencana ekologis seperti banjir ini tidak menyusahkan masyarakat Tengah dan Hilir terus menerus sepanjang tahun,” tambah Dede.

Menurut Dede, Pemerintah Provinsi Bengkulu juga harus segera mengambil sikap tegas dalam mengeluarkan Moratorium izin Tambang dalam kawasan hutan dan memperbaiki daerah hulu dari ancaman kerusakan yang lebih parah lagi dan harus bersinergi kepada Pemerintah Kabupaten Bengkulu Tengah serta Pemerintah Kota Bengkulu.

Sumber : Walhi Bengkulu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *