Gaya Hidup Mahasiswa Yang Konsumtif

GAYA hidup konsumtif di kalangan mahasiswa kini menjadi fenomena yang kian mencuat dalam beberapa tahun terakhir. Mahasiswa, yang sejatinya berada dalam fase penting pembentukan karakter dan fokus pada pengembangan diri, kini banyak yang justru terjebak dalam pola hidup yang lebih mementingkan penampilan dan gengsi.

Fenomena ini tampak jelas dari kebiasaan membeli barang bermerek, nongkrong di tempat-tempat mewah, hingga mengikuti tren layaknya profesional muda yang sudah mapan secara finansial, padahal sebagian besar dari mereka belum memiliki penghasilan tetap.

Masa perkuliahan adalah masa transisi dari remaja menuju dewasa. Pada fase ini, pencarian jati diri menjadi proses utama yang dijalani mahasiswa. Dalam perjalanannya, dorongan untuk mendapatkan pengakuan sosial, baik dari lingkungan sekitar maupun media sosial, sangat kuat. Gaya hidup konsumtif pun kerap menjadi cara instan untuk menunjukkan eksistensi dan diterima dalam pergaulan.

Kompetisi sosial yang tak selalu tampak, tapi nyata dirasakan, mendorong mahasiswa untuk selalu tampil menarik, up-to-date, dan mengikuti arus tren. Tak sedikit yang merasa “wajib” memiliki pakaian terbaru, gadget terkini, atau nongkrong di tempat hits demi menjaga citra sosial dan menghindari cap “ketinggalan zaman”.

Media Sosial Sumber Inspirasi atau Tekanan? Instagram, TikTok, dan YouTube kini menjadi sumber utama gaya hidup anak muda. Gaya hidup glamor para influencer dan selebgram seakan menjadi tolak ukur keberhasilan. Tanpa disadari, mahasiswa mulai menirunya, bahkan jika harus memaksakan diri dari segi finansial. Demi konten dan validasi dunia maya, pengeluaran pun membengkak untuk hal-hal yang sebenarnya tidak mendesak.

Sayangnya,banyak mahasiswa belum memiliki pemahaman dasar tentang pengelolaan keuangan pribadi. Uang saku bulanan yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan pokok -seperti makan, transportasi, dan keperluan akademik – justru habis untuk belanja impulsif, jajan berlebihan, atau liburan demi “feeds” yang estetik.

Lingkungan pertemanan yang juga konsumtif bisa memperparah keadaan. Tekanan untuk menyesuaikan diri agar diterima dalam kelompok sosial sering membuat mahasiswa rela berhutang, menggunakan kartu kredit, bahkan mencoba pinjaman online tanpa memikirkan dampak jangka panjang.

Gaya hidup konsumtif ini membawa berbagai dampak negatif, terutama dalam aspek keuangan dan akademik. Banyak mahasiswa mengalami kesulitan finansial di pertengahan atau akhir bulan karena pengeluaran yang tidak terkontrol. Dalam jangka panjang, kebiasaan ini bahkan membentuk karakter boros.

Lebih mengkhawatirkan lagi, penggunaan pinjaman online sebagai solusi darurat bisa menjebak mahasiswa dalam siklus utang yang sulit diputus. Fokus mereka terhadap penampilan dan validasi sosial pun sering kali menggeser prioritas utama sebagai mahasiswa. Waktu dan energi yang seharusnya digunakan untuk belajar dan berkembang justru habis untuk mengejar pengakuan semu.

Bijak dalam menggunakan media sosial juga menjadi kunci. Mahasiswa harus sadar bahwa apa yang terlihat di media sosial sering kali hanyalah hasil kurasi, bukan representasi nyata kehidupan seseorang. Dengan mengurangi ketergantungan pada media sosial, mahasiswa bisa lebih fokus pada kehidupan nyata dan tujuan jangka panjang.

Sederhana adalah Cerminan Dewasa, Hidup sederhana bukan berarti tidak gaul. Justru, itu adalah cerminan kedewasaan dalam memandang hidup. Mahasiswa perlu membangun rasa percaya diri dari pencapaian dan kemampuan diri, bukan dari apa yang dikenakan atau tempat yang dikunjungi. Pengakuan sejati lahir dari kualitas pribadi, bukan dari kemewahan yang ditampil.

Gaya hidup konsumtif di kalangan mahasiswa adalah tantangan nyata di era modern yang serba visual dan kompetitif. Untuk menghadapinya, dibutuhkan kesadaran, edukasi finansial, dan keberanian untuk tampil apa adanya. Mahasiswa sebagai agen perubahan masa depan, sudah semestinya membangun pondasi hidup yang sehat, bijak, dan bertanggung jawab baik secara akademik maupun finansial.

Penulis: Vina Dela Pusvita, Mahasiswa S1 Jurnalistik Fisip Universitas Bengkulu