Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masa Penjajahan Jepang di Bengkulu Selatan Tahun 1943-1945

Masa pendudukan Jepang di Bengkulu Selatan, adalah masa yang sangat singkat yaitu 3,5 tahun, telah menorehkan masa-masa kelam dalam perjalanan sejarah masyarakat Bengkulu Selatan pada masa pendudukan Jepang.

Pertama, Kehidupan Sosial : Selama masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat Bengkulu Selatan sangat memperihatinkan, Penderitaan masyarakat Bengkulu Selatan dimana-mana dan semakin bertambah, karena segala kegiatan masyarakat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih lagi masyarakat dijadikan romusha (kerja paksa), Sehingga banyak korban kelaparan dan terkena penyakit.

Adapun, sistem kerja paksa yang dilakukan oleh Jepang dalam membangun Bungker hanya untuk kepentinggan Jepang semata, pekerjanya masyarakat Bengkulu Selatan termasuk juga Kaur dan Seluma. Mereka dijadikan tenaga kerja tanpa digaji sedikitpun pekerjanya semua laki-laki bekerja selama 1 bulan lebih anak istripun di tinggal, mereka pun membangun pertahanan di Pasar Bawah dan Bungker di belakang Gedung DPRD Bengkulu Selatan.

Pelaksanaan Kinrohosi, yaitu penyerahan bahan makanan rakyat secara besar-besaran untuk kepentingan militer Jepang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang untuk kepentingan militernya, sehingga banyak masyarakat Bengkulu Selatan yang menderita kelaparan. Kehidupan masyarakat selalu diawasi dari semua aktivitas apalagi saat masyarakat memanen padi, apabila tidak menyerahkan hasil panennya maka orang itu di injak-injak bahkan sampai mati sekalipun, kenapa tidak menderitanya masyarakat Bengkulu Selatan semua hasil pertanian baik padi, cengkeh, lada bahkan hasil tangkapan nelayan dirampas oleh tentara Jepang. Penderitaan terjadi dimana-mana, masyarakat hanya makan seadanya dengan rebusan Ubi (Singkong), Kalau tidak mencuri di dapur tentara Jepang masyarakat Bengkulu Selatan tidak makan.

Pelaksanaan Jugun Ianfu, yaitu mempekerjakan para gadis dan perempuan Bengkulu Selatan sebagai wanita penghibur untuk pemuas nafsu militer Jepang. Banyak gadis dan perempuan yang ditipu oleh Jepang dengan dalih untuk bekerja sebagai perawat atau disekolahkan, tetapi ternyata hanya dipaksa untuk melayani para kompetai. Para gadis dan perempuan tersebut disekap dalam kamp-kamp yang tertutup sebagai wanita penghibur.

Bukan hanya laki-laki yang dijadikan sebagai romusha (kerja paksa), anak gadis masyarakat Bengkulu Selatan ikut menjadi sasaran Jepang, dari itulah setiap kepala keluarga yang mempunyai anak gadis selalu diingatkan agar waspada kalau ada tentara Jepang janggan bilang mempunyai anak gadis. Bukan hanya dijadikan selir hati dari nafsu bejatnya Jepang anak gadis dijadikan suruhan tentara Jepang (budak).“Bebudak gadis yang adaw disetiap rumah itu tu dijagaw ulih ndungaw amaw nidaw, yak diselipukan jemaw Jepang nian. Karnaw tentara Jepang ni nakal tuapaw ame jauh nday bibai aw. Itulah Jepang tu kejam bukan tinaw ajaw segegalaw jemau, itulah kebanyakan masyarakat awak ni ndik adaw brani ngelawan Jepang ni,

Kedua, Kehidupan Ekonomi : Selama penjajahan tentara Jepang  di Bengkulu Selatan kehidupan ekonomi sulit karna diberlakukan Penerapan “Ekonomi Perang”. yaitu, semua kekuatan ekonomi di Bengkulu Selatan digali untuk menopang kegiatan perang Asia Timur Raya, hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan secara drastis dalam hasil-hasil perkebunan.

Sejalan dengan perkembangan keamanan, pemerintah pendudukan Jepang mengambil-alih semua kegiatan dan pengendalian ekonomi Bengkulu Selatan. Langkah pertama adalah rehabilitas prasarana ekonomi seperti jembatan, alat-alat transport, telekomunikasi dan lain-lainnya yang bersifat fisik

Setelah pemerintahan Jepang menguasai Bengkulu Selatan, masyarakat selalu diawasi dalam segala aspek khusunya di bidang perkebunan, selain bertindak sebagai pengawas juga bertindak sebagai pelaksana pembeli dengan menetapkan harga sendiri. masyarakat Bengkulu Selatan tidak berani menetapkan harga karena sudah ketetapan Jepang dan tidak bisa digangu gugat lagi.

Tetapi tidak semua hasil dari pertanian masyarakat Bengkulu Selatan diambil dan masih ada perkebunan yang dipertahankan oleh pemiliknya. Seperti ubi (singkong). Berbeda dari pulau jawa, kalau rata-rata hasil pertaniannya kopi dan teh sedangkan di pulau Sumatera adalah padi terkusunya Bengkulu Selatan hampir setiap rumah mempunyai tanaman padi, akan tetapi diserahkan begitu saja kepada Jepang maka terjadilah  kelaparan di mana-mana.

Ngapaw nidaw setiap udem panen langsung diambiak oleh Jepang, amaw nidaw ndik dinjukan yak, diinjak-injak sampai mati. Tuapaw buliah buat jemaw kitaw ni ndak ngelawan ndik adaw senjataw, ame Jepang. yak lengkap senampang adaw, samurai adaw. Amaw kite tape, cubelah pasrah tulah. Tepaksaw makan rebusan ubi tulah, amaw ndak makan nasi palingan ngersampas nday dapur Jepang, waktu diaw tetiduk lelap dan lah jam 03:00 mpay awak pacak ngambiak. Amaw berhasil diambik, itulah dibagi-bagikan dengan warga, palingan dapat setiap ngambiak tu 5 karung beras atau lebih,” Terang Hasan Rumbu

Penulis : Eko RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *