Konflik HGU PT. CBS, Masyarakat Minta BPN Ukur Tanah

Bengkulu, JB – Masyarakat Kulik Sialang menanti komitmen penyelesaian konflik agraria dengan PT. Ciptamas Bumi Selaras (PT. CBS).

Konflik Agraria yang terjadi antara masyarakat dusun Kulik Sialang, Desa Muara Dua, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur tersebut menjadi kasus yang cukup prioritas penyelesaiannya oleh pemerintah Provinsi Bengkulu.

Setelah melakukan beberapa langkah advokasi, akhirnya Gubernur
melalui Dinas Pertanian memfasilitasi pertemuan para pihak, yang diadakan di hotel Madeline pada Kamis, 04 April 2019.

Pertemuan yang dihadiri oleh masyarakat dusun Kulik Sialang sebanyak 20 orang, perwakilan Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian, ATR/BPN provinsi dan kabupaten, serta perusahaan, mengahasilkan komitmen, antara lain :

  1. ATR/BPN Kabupaten Kaur akan melakukan pengukuran ulang tanah masyarakat
  2. Masyarakat akan mempersiapkan bukti atas hak yang mereka miliki dan dokumen keperluan enclave.
  3. Pihak PT. Cipatamas Bumi Selaras berkomitmen untuk mendukung proses sertifikasi tanah masyarakat yang berada di dalam HGU (enclave) dan di luar HGU.
  4. Meskipun ada komitmen penyelesaian dari pihak perusahaan dan ATR/BPN, masyarakat tetap
    menanti komitmen tersebut agar direalisasikan.

Sriyanto, kepala dusun Kulik Sialang mengatakan bahwa yang dibutuhkan adalah implementasi dari komitmen tersebut.

“Artinya, BPN harus melakukan pengukuran atas tanah kami, agar tahu sebenarnya mana HGU dan mana yang tidak. Perusahaan juga ditunggu komitmennya untuk melepaskan izin HGU yang masuk ke tanah masyarakat, setelah BPN sertifikasi tanah-tanah kami itu,” tutur Sriyanto
.

Jika dicermati, tuntutan masyarakat Kulik Sialang hanya satu, yakni izin HGU perusahaan dikeluarkan dari tanah milik mereka dan negara segera melegalisasi aset milik mereka.

Sementara itu, dikatakan Direktur Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian, cara berfikir terkait konflik agraria ini penting dirubah. Menurutnya, selama ini tanah masyarakat yang masuk ke dalam HGU, tetapi yang terjadi sebaliknya, HGU milik perusahaan yang masuk dalam tanah-tanah milik masyarakat.

“Konflik-konflik agraria seperti ini adalah hasil dari tata perizinan yang sengkarut, penerbitannya seperti lahir di ruang hampa. Pada wilayah yang diterbitkan izin seperti tidak ada kehidupan, tidak ada manusia nya. Padahal ada kehidupan di sana, diterbitkan HGU dan berbuah konflik. Penyelesaiannya adalah ruang pembuktian, apakah negara berpihak kepada masyarakat atau sebaliknya berpihak kepada perusahaan,” kata Uli.

Pada Januari yang lalu, masyarakat mengirimkan surat kepada Gubernur, dengan perihal usulan sertifikasi tanah kebun. Bersama dengan surat tersebut juga dilampirkan dokumen yang berisi 213 tandatangan masyarakat yang berkonflik, historis dusun Kulik Sialang dan kronologis
perjuangan yang telah dilakukan masyarakat.

Surat tersebut juga ditembuskan kepada presiden, DPR RI, Kementerian ATR/BPN, KPK, Ombusman Nasional dan provinsi, DPRD Provinsi dan
kabupaten, BPN Provinsi dan kabupaten Kaur, bupati Kaur, polda Bengkulu, dan polres Kaur, Dinas Perkebunan provinsi dan kabupaten Kaur, Camat Nassal, PT. CBS, Genesis Bengkulu dan Kepala desa Muara Dua.(Eko)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *