Oleh : Fitrah Hidayat D1C020078
“UASnya nanti menjual produk skincare saya ya“ sebut seorang tenaga pengajar yang seharusnya memberikan pelajaran malah mempromosikan produk, sebenarnya kami ini
mahasiswa atau reseller ? Nilai yang seharusnya ditentukan dengan akademik harus tergantikan dengan bagaimana caranya agar barang tersebut habis supaya dapat nilai yang baik, masih mending kalau pelajarannya memang berbau periklanan lah ini, pelajarannya apa yang disuruh apa, apakah ini termasuk ladang bisnis ilegal ?
Tidak diketahui pasti apa hubungannya dan apa manfaat dari kami harus menjual produk dari para dosen ini, ya memang akan diberikan nilai yang bagus, itupun kalau mereka menepati
janjinya. Saya rasa hal yang seperti itu memang sudah menjadi rahasia umum disebuah forum ajar dan mengajar ini, tetapi apakah tidak sedikit menggelitik jika kami mahasiswa harus menjual skincarenya untuk mendapatkan nilai yang baik dan apabila kami tidak dapat menjualnya kami akan diberikan nilai yang buruk, apakah salah kami jika orang-orang tidak mau membeli produknya ? Kami tentunya tidak menginginkan nilai kami menjadi buruk hanya karena permasalahan skincare ini, tetapi ini sangat tidak masuk akal kami disini untuk mendapatkan ilmu dan belajar dan kami juga membayar disini, masa kami harus menjual produk mereka lagi ?
Istilah kasarnya, kami yang membayar kami juga yang dimanfaatkan untuk mereka mencari lebih banyak duit lagi. Dalam beberapa waktu saya memikirkan hal ini, memang sangat tidak masuk akal ketika para dosen menjadikan mahasiswa menjadi ladang uang padahal mahasiswa hanya ingin belajar dan itupun belajarnya tidak gratis, kami membayar mereka. Hal yang seperti ini menurut saya harus segera ditindak lanjuti, sangat tidak lucu apabila ada mahasiswa yang tidak lulus mata kuliah hanya karena tidak bisa menjual skincare.
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mencari lebih banyak duit, yang lebihh sedikit masuk akal daripada menyuruh mahasiswa untuk menjual skincare, menjual barang pribadi ketika tidak punya duit saja rasanya sangat sulit apalagi menjual produk dengan harga mahal dan kualitas yang belum dapat dipercayai. Jika ada kesalahan atau yang terinfeksi yang akan dilaporkan nantinya tentu adalah kami mahasiswa, sebagai orang yang telah menjual produk tersebut.
Para mahasiswa ambisius yang serius belajar mungkin akan gila karena nilai yang diterimanya buruk akibat tidak bisa menjual skincare, bukankah hal ini sangat tidak adil ? Hal seperti ini sebenarnya sangat tidak layak untuk dilakukan di dunia perkuliahan, namun belum banyak mahasiswa yang berani untuk mengambil resiko dan melaporkan hal tersebut.
Bagaimana tidak, kami sudah bayar mahal dan jika tidak lulus akan membuat orangtua kami
sedih dan kami memang tidak punya pilihan lain, mau tidak mau ya harus ditaati. Ibarat kata kata mereka “keberlangsungan hidupmu ada di ujung pulpen dosen“ ketika mereka menuliskan nilai yang rendah, maka tamatlah riwayat mahasiswa sangat tidak adil tetapi begitulah sisi gelap dunia perkuliahan yang tidak jarang dijadikan sebagai ladang bisnis oleh oknun – oknum yang tidak bisa merasakan bahwa ada harapan orangtua disetiap anak yang dikuliahkannya.(**)