Penulis : Anggita Nur Halipah
Masyarakat Indonesia umumnya merupakan masyarakat dengan kehidupan ekonomi termasuk dalam kelas menengah ke bawah, hal ini mengingat masih tingginya tingkat kemiskinan dan tingkat pengangguran di Indonesia.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada September 2022 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 26,36 juta orang data ini mengalami peningkatan dari tahun lalu, meningkat 0,20 juta orang terhadap Maret 2022 dan menurun 0,14 juta orang terhadap September 2021. Persentase penduduk miskin perkotaan pada Maret 2022 sebesar 7,50 persen, naik menjadi 7,53 persen pada September 2022.
Namun angka 26,36 juta orang bukanlah sesuatu yang bisa langsung di banggakan, karena masih ada saudara-saudara kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Suatu kebanggaan ialah ketika seluruh masyarakat Indonesia dapat merasakan kesejahteraan.
Permasalahan tingginya tingkat pengangguran dalam suatu Negara tidak hanya terjadi di Indonesia atau di negara-negara sedang berkembang saja, namun di negara yang sudah maju pun juga mengalami hal yang sama.
Permasalahannya tidak hanya pada besarnya tingkat pengangguran tersebut, namun
dampak dari kemungkinan yang akan terjadi akibat pengangguran tersebut seperti timbulnya masalah sosial yang dapat berimbas terhadap seluruh aspek kehidupan.
Tentunya keadaan yang demikian bisa dicapai apabila seluruh masyarakat Indonesia memiliki penghasilan tetap. Namun jika diperhatikan saat ini, sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja sebagai buruh, karyawan, PNS, petani dan pekerja serabutan lainnya.
Hanya segelintir orang yang mau tergugah untuk memulai usaha meskipun bermodal kecil-kecilan namun setiap harinya memiliki penghasilan, daripada hanya terpaku untuk mencari pekerjaan yang belum tentu setiap harinya tersedia.
Oleh karena itu, membudayakan memulai sebuah usaha dapat menjadi jalan yang paling bagus untuk ditanamkan dalam pemikiran masyarakat Indonesia.
Sesungguhnya pengembangan kewirausahaan ini tidak hanya tanggung jawab pemerintah semata, namun diperlukan sinergi antara masyarakat, kaum intelektual dan pihak pemerintah. Pihak pemerintah dalam hal ini adalah sebagai aktor utama dalam gerakan ini dengan melibatkan dari kaum intelektual yang diharapkan dapat memberikan ide/gagasan.
Usaha yang dilakukan oleh masyarakat seperti bisnis rumahan ini justeru lebih cepat berkembang. Bahkan disebutkan 53% dari seluruh bisnis dijalankan di rumah, tetapi sekitar 80% diantaranya sangatlah kecil dan tanpa karyawan.
Faktor yang menyebabkan banyaknya wirausahawan memilih rumah sebagai lokasi pilihan pertama adalah:
- Menjalankan bisnis
dari rumah meminimalkan biaya awal dan operasi. - Perusahaan bisnis dari rumah memungkinkan pemiliknya dapat mempertahankan gaya hidup dan gaya kerja fleksibel.
Banyak wirausahawan bisnis di rumah menikmaati menjadi bagian dari angkatan kerja berkerah-terbuka. - Teknologi, yang mengubah banyak rumah-rumah biasanya menjadi “vila elektronik” memungkinkan wirausahawan dapat menjalankan berbagai macam bisnis di rumah mereka.
(Zimmerer & Scarborough, 2005)
Masyarakat harus terdorong untuk dapat membuka usaha-usaha baru baik dengan merintis sendiri, dengan keluarga, atau bekerjasama antara satu dengan yang lainnya dalam bentuk usaha yang kecil maupun yang besar.
Pihak lembaga pembiayaan juga harus memberi kesempatan dengan sedikit memberi kemudahan memperoleh pinjaman baik untuk modal kerja maupun modal untuk investasi baru.
Dunia pendidikan juga sangat diharapkan dapat membentuk generasi yang mampu membuka lapangan pekerjaan setelah menyelesaikan studi pendidikan. Membuat lapangan pekerjaan sendiri tentunya akan lebih menarik dibandingkan menjadi seorang buruh atau karyawan.
Upaya ini tidak dapat dilakukan secara instan,namun harus melalui proses yang diawali dengan proses pengenalan kegiatan kewirausahaan, memberikan pelatihan-pelatihan kewirausahaan, melakukan event-event kewirausaahan (seperti workshop, pameran kerajinan dan industri rumah tangga).
Yang tak kalah pentingnya ialah membangun
berbagai fasilitas kewirausahaan oleh pemerintah seperti pusat-pusat perkulakan, kerajinan rakyat dan sebagainya. Aktivitas pembudayaan kewirausahaan ini harus dilakukan secara bertahap.
Program-program yang dirancang harus lebih menarik seperti kompetisikompetisi bahkan penyaluran bantuan baik secara materi maupun non materi yang dapat memicu minat berwirausaha. Namun program semacam itu tidak menjamin untuk jangka panjang jika tidak dilakukan secara berkelanjutan.