Persoalan Banjir Lebong, WALHI Bengkulu menilai DAS Sedang Sakit dan Tidak Ada Regulasi Mengaturnya

Lebong, jurnalisbengkulu.com – Beberapa hari lalu Ribuan pemukiman penduduk 6 kecamatan di Kabupaten Lebong, Bengkulu diterjang banjir bandang akibat luapan Sungai Ketahun. Banjir mengakibatkan 50 ribu jiwa terdampak.

Menanggapi hal itu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga menilai kondisi ini disebabkan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sedang tidak baik-baik saja dan tidak adanya aturan mengenai itu.

“Kita turut berduka atas kejadian bencana banjir, yang menimpa saudara kita di Kabupaten Lebong dan saat ini juga sedang terjadi di Kabupaten Seluma,” ungkap pria yang akrab disapa Baim ini, Jumat (19/04/2024).

Selain itu, Menurut Baim, ada beberapa faktor yang menyebabkan bencana banjir di sejumlah wilayah di Provinsi Bengkulu, sepert daerah Lebong dengan luas wilayah 181.297,90 ha, beberapa titik DAS telah rusak.

“Pertama yakni pemanfaatan ruang dalam penyusunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tidak sesuai dengan fungsinya,” kata Baim.

Praktiknya, lanjut Baim, seperti fungsi kawasan lindung di Provinsi Bengkulu, malah dijadikan kawasan budidaya. Sehingga berdampak pada fungsi ekologis, yang tidak lagi mempu menjaga keseimbangan ekosistem.

“Ironisnya alih fungsi kawasan lindung itu dilakukan pada bagian hulu DAS. Secara otomatis akhirnya beberapa DAS di Bengkulu menjadi sakit,” kata Baim.

Kedua, sambung Baim, pihaknya menemukan kondisi kawasan hutan yang kian kritis. Ini diperparah langkah pemerintah daerah (Pemda) yang mengusulkan hutan hujan tropis, menjadi areal pertambangan emas.

“Tentu ini juga mempercepat kerusakan fungsi ekologis, dengan dalih praktik ekonomi kreatif. Padahal ini nyata-nyata merupakan praktik eksploitasi,” sesal Baim.

Disamping itu, Baim menambahkan, juga ditemukan bahwa pemda belum membuat aturan turunan terkait pengelolaan DAS di Provinsi Bengkulu, terutama dalam upaya pencegahan dan mitigasi bencana.

“Padahal dalam Undang-Undang (UU) No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, pemda dapat melakukan upaya pencegahan dan pengendalian bencana melalui pembuatan aturan turunan,” tambah Baim.

Baim menjelaskan, atas beberapa penyebab itu, pihaknya merekomendasikan agar pemda dapat membuat kebijakan untuk pencegahan dan mitigasi bencana.

“Rekomendasi kita yang pertama yakni penataan ruang harus memperhatikan kaidah-kaidah yang tertuang dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),” terang Baim.

Pihaknya juga mendesak pemda, untuk segera meninjau kembali bagian hulu DAS, termasuk wilayah yang menjadi daerah tangkapan air.

“Kita juga mendorong pemda untuk memaksimalkan peran dan posisi Forum DAS Provinsi Bengkulu, yang telah dibentuk sebagai wahana koordinasi dan konsolidasi. Kita jga minta pemda segera merumuskan kebijakan legal formal untuk pengendalian bencana,” jelasnya.

Lebih lanjut Baim menyampaikan, pemda juga harus memperbaiki sistem drainase, menciptakan ruang terbuka hijau, serta menindaklanjuti aturan teknis pengelolaan DAS.

“Kita juga berharap pemda melibatkan masyarakat lokal atau masyarakat adat dalam pengelolaan DAS ini. Sehingga dalam praktiknya nanti, pengelolaan DAS menerapkan kearifan lokal yang ada di tengah-tengah masyarakat,” demikian Baim. (Saprian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *